Toilet Malam nan Mengerikan

Toilet Malam nan Mengerikan

Toilet Malam nan Mengerikan

Awal yang Sunyi

Nagahito adalah seorang remaja perantau yang baru saja pindah ke sebuah kota kecil di Jepang untuk melanjutkan pendidikannya di SMA. Ia tinggal di asrama sekolah yang terletak di tepi kota, bangunan tua dengan lorong-lorong panjang yang selalu terasa dingin meski di musim panas.

Malam itu, Nagahito baru saja selesai belajar di ruang kelas. Waktu menunjukkan pukul 11 malam, dan ia berjalan sendirian melewati koridor sekolah yang sepi untuk kembali ke kamarnya. Tiba-tiba, perutnya terasa mulas. Dengan sedikit enggan, ia memutuskan untuk mampir ke toilet yang terletak di ujung koridor lantai tiga.

Toilet itu terkenal di kalangan siswa sebagai tempat yang menyeramkan. Banyak cerita aneh yang beredar tentang seorang gadis bernama Hanako-San yang konon menghantui toilet tersebut. Namun, Nagahito tidak percaya dengan cerita-cerita semacam itu. Ia menganggapnya hanya sebagai lelucon murahan untuk menakut-nakuti siswa baru.

Ketika ia membuka pintu toilet, suasana dingin menyergapnya. Lampu redup berkedip-kedip, menciptakan bayangan yang aneh di dinding. Dengan cepat, Nagahito masuk ke salah satu bilik dan menutup pintunya.

Suara dari Toilet Malam nan Mengerikan

Saat Nagahito sedang duduk di bilik, ia mendengar suara langkah kaki yang perlahan mendekat. Langkah itu terdengar samar, namun jelas berasal dari dalam toilet.

“Siapa di sana?” tanya Nagahito, mencoba terdengar tenang meski hatinya mulai berdebar.

Tidak ada jawaban. Namun, langkah itu berhenti di depan bilik ketiga—bilik yang konon menjadi tempat Hanako-San muncul.

Nagahito merasa bulu kuduknya meremang. Ia tahu ia sendirian ketika masuk ke toilet ini. Dengan perlahan, ia mengintip melalui celah kecil di pintu bilik. Tidak ada siapa pun di sana.

Namun, saat ia kembali duduk, ia mendengar suara pelan, seperti bisikan, “Nagahito… apa kau ingin bermain denganku?”

” Hanako-San: Si Gadis Toilet Malam nan Mengerikan “

Nagahito segera membuka pintu biliknya dan keluar dengan tergesa-gesa. Namun, ketika ia hendak berlari keluar dari toilet, ia melihat sosok seorang gadis berdiri di depan pintu. Gadis itu mengenakan seragam sekolah khas Jepang, rambut hitam panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Ia terlihat cantik, namun wajahnya tampak pucat, seperti tidak bernyawa.

“Siapa kau?” tanya Nagahito dengan suara gemetar.

“Aku Hanako-San,” jawab gadis itu dengan senyum kecil yang tidak wajar.

Nagahito terdiam. Ia tahu nama itu. Semua siswa di sekolah ini tahu. Hanako-San adalah gadis yang bunuh diri di toilet ini bertahun-tahun lalu setelah menjadi korban bullying yang kejam.

Hanako-San melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di lantai. “Kau tahu, aku selalu sendiri di sini. Tidak ada yang mau bermain denganku. Apa kau mau menemani aku?”

Nagahito mencoba mundur, tetapi pintu toilet tiba-tiba tertutup dengan keras, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menahannya di sana.

Permainan Maut

“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Nagahito dengan suara bergetar.

Hanako-San tertawa kecil. “Aku hanya ingin bermain. Tapi, jika kau kalah… kau akan tinggal di sini bersamaku selamanya.”

Sebelum Nagahito sempat menjawab, Hanako-San menghilang, dan lampu toilet padam sepenuhnya. Dalam kegelapan, Nagahito mendengar suara langkah kaki dan tawa pelan yang mengelilinginya.

“Permainannya sederhana,” suara Hanako-San terdengar di telinganya. “Temukan aku sebelum aku menemukanmu.”

Nagahito meraba-raba dalam kegelapan, mencoba mencari jalan keluar. Namun, toilet itu kini terasa jauh lebih besar, seolah-olah ia telah terperangkap di dimensi lain. Ia membuka satu per satu pintu bilik, berharap menemukan Hanako-San dan mengakhiri permainan ini.

Kenangan yang Kelam

Saat membuka bilik ketiga, Nagahito melihat sesuatu yang membuatnya terdiam. Di dalam bilik itu, ia melihat bayangan seorang gadis kecil yang sedang menangis. Pemandangan itu terasa begitu nyata.

Hanako-San kecil duduk di lantai, tubuhnya gemetar. Ia dikelilingi oleh sekelompok siswa yang mengejek dan mendorongnya. Salah satu dari mereka mencoret-coret wajahnya dengan spidol, sementara yang lain menarik rambutnya dengan kasar.

Nagahito merasa marah dan sedih sekaligus. Ia ingin membantu, tetapi bayangan itu menghilang begitu saja, meninggalkan bilik kosong.

Tiba-tiba, Hanako-San muncul di belakangnya. “Sekarang kau tahu, kan? Mereka semua meninggalkanku. Dan sekarang, kau akan tinggal di sini bersamaku.”

Mencari Jalan Keluar

Nagahito sadar bahwa ia harus menghentikan Hanako-San, bukan dengan kekerasan, tetapi dengan empati. “Aku minta maaf,” katanya dengan tulus. “Aku minta maaf atas apa yang mereka lakukan padamu. Kau tidak pantas diperlakukan seperti itu.”

Hanako-San terdiam, ekspresinya berubah. Untuk pertama kalinya, ia tampak rapuh, seperti seorang anak kecil yang terluka.

“Maaf tidak akan mengubah apa pun,” katanya pelan.

“Tapi kau tidak sendirian,” jawab Nagahito. “Aku di sini. Aku mau mendengarkanmu.”

Hanako-San menatapnya, dan air mata mulai mengalir di pipinya. Dalam sekejap, suasana di toilet berubah. Lampu menyala kembali, dan Hanako-San menghilang, meninggalkan Nagahito sendirian.

Akhir dari Toilet Malam nan Mengerikan

Keesokan harinya, Nagahito menceritakan pengalamannya kepada teman-teman di sekolah. Banyak yang tidak percaya, tetapi beberapa mulai menunjukkan rasa hormat terhadap legenda Hanako-San. Mereka meletakkan bunga di toilet lantai tiga sebagai tanda penghormatan, berharap agar roh Hanako-San akhirnya bisa beristirahat dengan tenang.

Nagahito tidak pernah lagi diganggu oleh Hanako-San, tetapi ia tahu bahwa gadis itu tidak sepenuhnya pergi. Ia merasa bahwa Hanako-San kini mengawasinya dari jauh, bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai teman yang telah menemukan kedamaian.

Penutup

Toilet malam mungkin hanya sekadar tempat gelap yang sepi, atau mungkin tempat di mana kenangan kelam seseorang masih tertinggal. Jika kau mendengar suara langkah kaki atau tawa pelan saat sendirian di toilet, mungkin itu bukan imajinasimu.

Dan jika kau bertemu Hanako-San, jangan takut. Dengarkan dia. Mungkin itulah yang dia butuhkan selama ini.

Referensi :

Maringi Balesan

Alamat email Sampéyan ora dijedulne utāwā dikatonke. Ros sing kudu diisi ānā tandané *